|
(Jojoe Saputra dan Antonius Putu Satria berdiskusi) |
CINTA, DIA, dan TIME LINE
Kita saling punya
keyakinan bahwa permasalahan cinta dan hubungan, konstan hadir dan mengisi pada setiap jeda waktu yang ada.
SATU ARAH
Mari kita hayati tentang apa yang kita lihat atau mungkin
kita rasakan mengenai kehidupan cinta yang berangsur mengisi kehidupan
muda-mudi dan juga golongan umur lainnya.
Salah satu anggapan bahwa wanita selalu ingin dimengerti
ternyata merupakan mitos yang di “iyakan” oleh sebagian besar kelompok individu
yang ada, mitos tersebut dibangun bukan tumbuh dengan sendirinya melainkan kita
harus menyadari bahwa peran media sosial cukup besar, dibuktikan dengan lebih
seringnya individu berinteraksi melalui media sosial yang ada.
Menyelidik tentang peran media sosial dalam kehidupan
individu ternyata terdapat juga bahwa quotes,
ataupun status yang marak beredar
membentuk pola pikir individu dalam berpandangan soal cinta, sebut saja “menilai
pasangan”.. tanpa disadari tiap individu menyerap informasi-informasi tersebut
untuk dijadikan nilai ideal dalam memaknai cinta.
Dari latar arena di atas, dalam kenyataannya justru
menimbulkan hasil konflik yang baru. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap
manusia lahir dengan keunikan, artinya bahwa keliru jika kita memandang setiap
individu dengan sudut pandang yang sama.
Bayangkan apabila kita mengerti wanita dengan cara menuruti
setiap permintaannya, akan terdapat anti tesis disini :
Wanita yang memiliki
kepribadian manja selayaknya princess mungkin akan dengan nyaman dan gembira
menikmati suguhan hadiah dan pelayanan dari lawan jenis yang menggandrunginya,
namun ketika nilai itu kita gunakan pada sosok wanita yang mapan secara gagasan
dan mental ( mandiri ) mungkin dia justru akan merasa jenuh dan menolak, hal
itu dikarenakan wanita dengan perwatakan pribadi yang dewasa justru membutuhkan
aktualisasi diri dalam bentuk pasangan yang memiliki peran sebagai partner atau
tim, dengan begitu terdapatlah kecocokan jiwa yang selama ini disebut dengan
cinta.
Begitulah sedikit ulasan mengenai AKU, DIA dan TIMELINE
sebagai pengantar dalam menyadari bahwa nilai cinta yang selama ini ada
cendrung bukan hakikat cinta yang independent, melainkan pesanan dari nilai
moral cinta yang semu.
“Kita mesti upayakan
perombakan esensi jiwa manusia, tentunya melalui edukasi permasalahan cinta
berbasis realitas sosial, manusia tidak boleh seperti robot – seperti mesin
pencetak keju yang seragam!!” ( ujar jojoe saputra, SH ).