Celoteh bahwa wanita adalah mahluk yang
paling berdekatan dengan dunia estetika mungkin merupakan salah
satu yang menjadi alasan mengapa wanita pada umumnya suka dengan kegiatan bersolek, mulai
dari membentuk badan yang semampai hingga gagasan mengenai cantik itu yakni
memiliki kulit putih bersilau. Selepas dari isu-isu mengenai produk kecantikan itu sendiri namun saat ini
kita akan mencoba untuk sekedar menerka latar belakang dari perisitiwa ini
dengan mengambil tema " kamu dandan untuk siapa?".
HILIR
jika memang bahwa kecantikan adalah salah
satu hal yang dianggap spesial oleh wanita semestinya alasan itu membuat wanita
menempatkan kecantikan pada hal yang sifatnya intim, namun panorama sampai hari
ini kecantikan wanita seperti ajang pameran yang besar tanpa batas, boleh
kiranya kita kunjungi salah satu mall di sekitar kita untuk mengantarkan
kesadaran kita akan fenomena tersebut, selanjutnya kita juga ditemui oleh
fenomena hubungan dua insan yang menjalin hubungan dengan situasi pameran
kecantikan yang kita bahas tadi.
sudah menjadi alasan logis bahwa
berpenampilan cantik adalah upaya untuk menarik perhatian, namun pertanyaannya
apabila kecantikan itu disuguhkan kepada khalayak umum apakah itu bukanlah pertanda bahwa niat alam bawah sadar dari
wanita itu sendiri sudah beralih yakni untuk mendapatkan perhatian dari skup yang
lebih besar.
permasalahannya bukanlah terletak pada
wanita tetapi juga pada pria yang menikmati anggapan tentang nikmatnya kecantikan secara fisik.
KOMODITAS
Tepat sekali.. kata itu kiranya yang ingin
disampaikan pada inti tulisan ini, yakni kecantikan pada wanita yang cendrung menjadi komoditas, karena sebagai manusia
seorang wanita memiliki hal yang lebih mulia dibandingkan fisik yang halus,
oleh karena itu mulai dari pentingnya memperhatikan peran wanita sebagai pemegang jiwa keibuan-lemah lembut-hingga perasa, harus terbenam oleh realita besar tentang pengutamaan
solek dan lagi-lagi karena disuguhkan oleh realita tersebut yang ditonton setiap
hari, wanita hari ini digiring untuk membenarkan dengan mengikuti tradisi
solek.
Sementara para pria merasakan value
lebih tersendiri ketika menikmati kecantikan itu ada bandrol nominal yang harus
diingat, lebih jelasnya menekankan bahwa harga make up masuk ke dalam idealnya
sebuah penafsiran kehidupan yang berlanjut pada definisi kemapanan semu.
secara kronologis realitas ini lah yang
perlu disadari bahwa pada jaman ini kecantikan seperti ajang komoditas yang
diperjual belikan dengan membawa masing masing kepentingan.
Apakah mampu pensil alis
, gincu , dan cream pemutih menjelaskan seberapa tajamnya jiwa perempuan?
-Zingga Nusantara-